بسم الله الرحمن الرحيم
ROJAB
Diambil dari
beberapa sumber
1. Alloh memulyakan 4 bulan dalam setahun
2. Diantaranya adalah bulan Rojab (Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharom)
3. Berpuasa dibulan Rojab ada tuntunan dari Rasulullah
4. Berdoa diajurkan oleh Alloh dan Rasululloh
سورة
التوبة : 36
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ ﴿٣٦﴾
تفســــــــير
إنّ عدة الشهور في حكم الله
وفيما كُتب في اللوح المحفوظ اثنا عشر شهرًا، يوم خلق السموات والأرض، منها أربعة
حُرُم؛ حرَّم الله فيهنَّ القتال
[هي: ذو القعدة
وذو الحجة والمحرم ورجب] ذلك هو الدين المستقيم، فلا تظلموا فيهن أنفسكم؛ لزيادة
تحريمها، وكون الظلم فيها أشد منه في غيرها، لا أنَّ الظلم في غيرها جائز. وقاتلوا
المشركين جميعًا كما يقاتلونكم جميعًا، واعلموا أن الله مع أهل التقوى بتأييده
ونصره . كما فى تفسير الصاوى
(Sesungguhnya bilangan bulan) jumlah bulan
pertahunnya (pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam Kitabullah) dalam
Lohmahfuz (di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya) bulan-bulan
tersebut (empat bulan suci) yang disucikan, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam
dan Rajab. (Itulah) penyucian bulan-bulan yang empat tersebut (agama yang
lurus) artinya agama yang mustaqim (maka janganlah kalian menganiaya dalam
bulan-bulan tersebut) dalam bulan-bulan yang empat itu (diri kalian sendiri)
dengan melakukan kemaksiatan. Karena sesungguhnya perbuatan maksiat yang
dilakukan dalam bulan-bulan tersebut dosanya lebih besar lagi. Menurut suatu
penafsiran disebutkan bahwa dhamir fiihinna kembali kepada itsnaa `asyara, artinya
dalam bulan-bulan yang dua belas itu (dan perangilah kaum musyrikin itu
semuanya) seluruhnya dalam bulan-bulan yang dua belas itu (sebagaimana mereka
pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang takwa) pertolongan dan bantuan-Nya selalu
menyertai mereka.
PUASA RAJAB
a. Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim
أَنَّ
عُثْمَانَ بْنَ حَكِيْمٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ: " سَأَلْتُ سَعِيْدَ بْنَ
جُبَيْرٍعَنْ صَوْمِ رَجَبَ ؟ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِيْ رَجَبَ فَقَالَ سَمِعْتُ
ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ
حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْم. رواه مسلم أوفى كتاب
جامع الاصول من احادث الرسول، مسند الصحابة فى كتب التسعة
“Sesungguhnya Ustman Ibn Hakim Al-Anshori, berkata: “Aku bertanya kepada
Sa’id Ibn Jubair tentang puasa di bulan Rajab dan ketika itu kami memang di
bulan Rajab”, maka Sa’id menjawab: “
Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata: “Nabi
Muhammad SAW berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau tidak pernah
berbuka di bulan Rajab, dan beliau juga pernah berbuka di bulan Rajab, hingga
kami katakan beliau tidak berpuasa di bulan Rajab.”
Dari riwayat tersebut di atas bisa dipahami bahwa Nabi SAW pernah berpuasa
di bulan Rajab dengan utuh, dan Nabi-pun pernah tidak berpuasa dengan utuh.
Artinya di saat Nabi SAW meninggalkan puasa di bulan Rajab itu menunjukan bahwa
puasa di bulan Rajab bukanlah sesuatu yang wajib . Begitulah yang dipahami para
ulama tentang amalan Nabi SAW, jika Nabi melakukan satu amalan kemudian Nabi
meninggalkannya itu menunjukan amalan itu bukan suatu yang wajib, dan hukum
mengamalkannya adalah sunnah.
b. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
dan Imam Ibnu Majah
عَنْ
مُجِيْبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيْهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ :أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ
حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَا تَعْرِفُنِيْ. قَالَ
وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيِّ الَّذِيْ جِئْتُكَ عَامَ اْلأَوَّلِ
قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ
طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ. ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ
وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِيْ فَإِنَّ بِيْ قُوَّةً قَالَ صُمْ
يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ
وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه
أبو داود 2/322
مسند الصحابة فى كتب
التسعة ، جامع الاحاديث للسيوطى ، كنز العمل ، عون المعبود
“Dari Mujibah Al-Bahiliah dari
ayahnya atau pamannya sesungguhnya ia (ayah atau paman) datang kepada
Rasulullah SAW kemudian berpisah dan kemudian dat
ang lagi kepada rasulullah setelah setahun
dalam keadaan tubuh yang berubah (kurus), dia berkata : Yaa Rasululallah apakah
engkau tidak mengenalku? Rasulullah SAW menjawab : siapa engkau? Dia pun
berkata : Aku Al-Bahili yang pernah menemuimu setahun yang lalu. Rasulullah SAW
bertanya : apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu keadaanmu baik-baik saja
(segar-bugar), ia menjawab : aku tidak makan kecuali pada malam hari
(yakni berpuasa) semenjak berpisah denganmu, maka Rasulullah SAW bersabda :
mengapa engkau menyiksa dirimu, berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap
bulan, lalu ia berkata : tambah lagi (yaa Rasulallah) sesungguhnya aku masih
kuat. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 2 hari (setiap bulan), dia pun
berkata : tambah lagi ya Rasulalloh. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 3
hari (setiap bulan), ia pun berkata: tambah lagi (Yaa Rasulallah), Rasulullah
SAW bersabda :
jika engkau menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan
haram (Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharrom) dan jika engkau
menghendaki maka tinggalkanlah, beliau mengatakan hal itu tiga kali sambil
menggemgam 3 jarinya kemudian membukanya.
Imam nawawi menjelaskan hadits tersebut.
قَوْلُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ"
إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما
من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . المجموع 6/439
“Sabda Rasulullah SAW :
صُمْ
مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
“Berpuasalah di bulan haram kemudian tinggalkanlah”
Sesungguhnya nabi saw memerintahkan berbuka kepadaorang tersebut karena
dipandang puasa terus- menerus akan memberatkannya dan menjadikan fisiknya
berubah. Adapun bagi orang yang tidak merasa berat untuk melakukan puasa,
maka berpuasa dibulan Rajab seutuhnya adalah sebuah keutamaan. Majmu’
Syarh Muhadzdzab juz 6 hal. 439
c. Hadits riwayat Usamah Bin Zaid
قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من
الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع
فيه الأعمال إلى رب العالمين وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. رواه النسائي 4/201
“Aku berkata kepada Rasulullah : Yaa Rasulallah aku tidak pernah melihatmu
berpuasa sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW menjawab
: bulan sya’ban itu adalah bulan yang dilalaikan di antara bulan Rajab dan
Ramadhan, dan bulan sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah SWT
dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaaan aku berpuasa”. HR. Imam An-Nasa’I
Juz 4 Hal. 201
Imam Syaukani menjelaskan
ظاهر
قوله في حديث أسامة : " إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه
يستحب صوم رجب ; لأن الظاهر أن المراد أنهم يغفلون عن تعظيم شعبان بالصوم كما
يعظمون رمضان ورجبا به . نيل الأوطار 4/291
Secara tersurat yang dipahami dari hadits yang diriwayatkan oleh Usamah,
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia di antara
Rajab dan Ramadhan” ini menunjukkan bahwa puasa Rajab adalah sunnah sebab bisa
difahami dengan jelas dari sabda Nabi Saw bahwa mereka lalai dari mengagungkan
sya’ban dengan berpuasa karena mereka sibuk mengagungkan ramadhan dan Rajab
dengan berpuasa”. Naylul Author juz 4 hal 291
Hukum Puasa Rajab
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa Rajab.
Pertama, mayoritas ulama dari kalangan Madzhab Hanafi, Maliki
dan Syafi’i berpendapat bahwa puasa Rajab hukumnya Sunnah selama 30 hari.
Pendapat ini juga menjadi qaul dalam madzhab Hanbali.
Kedua, para ulama madzhab Hanbali berpendapat bahwa berpuasa
Rajab secara penuh (30 hari) hukumnya makruh apabila tidak disertai dengan
puasa pada bulan-bulan yang lainnya. Kemakruhan ini akan menjadi hilang apabila
tidak berpuasa dalam satu atau dua hari dalam bulan Rajab tersebut, atau dengan
berpuasa pada bulan yang lain. Para ulama madzhab Hanbali juga berbeda pendapat
tentang menentukan bulan-bulan haram dengan puasa. Mayoritas mereka menghukumi
sunnah, sementara sebagian lainnya tidak menjelaskan kesunnahannya.
Berikut pernyataan para ulama madzhab empat tentang puasa Rajab.
Madzhab Hanafi
Dalam
al-Fatawa al-Hindiyyah (1/202) disebutkan:
في الفتاوي الهندية 1/202 : ( المرغوبات
من الصيام أنواع ) أولها صوم المحرم والثاني صوم رجب والثالث صوم شعبان وصوم
عاشوراء ) اه
“Macam-macam puasa yang disunnahkan adalah banyak macamnya. Pertama,
puasa bulan Muharram, kedua puasa bulan Rajab, ketiga, puasa bulan Sya’ban dan
hari Asyura.”
Madzhab Maliki
Dalam kitab
Syarh al-Kharsyi ‘ala Mukhtashar Khalil (2/241), ketika
menjelaskan puasa yang disunnahkan, al-Kharsyi berkata:
(والمحرم ورجب وشعبان)يعني : أنه يستحب
صوم شهر المحرم وهو أول الشهور الحرم , ورجب وهو الشهر الفرد عن الأشهر الحرم) اه
وفي الحاشية عليه: (قوله: ورجب) , بل يندب صوم بقية الحرم الأربعة وأفضلها المحرم
فرجب فذو القعدة فالحجة) اهـ
“Muharram, Rajab dan Sya’ban. Yakni, disunnahkan berpuasa pada bulan
Muharram – bulan haram pertama -, dan Rajab – bulan haram yang menyendiri.”
Dalam catatan pinggirnya: “Maksud perkataan pengaram, bulan Rajab, bahkan
disunnahkan berpuasa pada semua bulan-bulan haram yang empat, yang paling utama
bulan Muharram, lalu Rajab, lalu Dzul Qa’dah, lalu Dzul Hijjah.”
Pernyataan serupa bisa dilihat pula dalam kitab
al-Fawakih al-Dawani (2/272),
Kifayah al-Thalib al-Rabbani (2/407),
Syarh al-Dardir ‘ala Khalil (1/513)
dan
al-Taj wa al-Iklil (3/220).
Madzhab Syafi’i
Imam al-Nawawi berkata dalam kitab
al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/439),
قال الإمام النووي في المجموع 6/439:
(قال أصحابنا: ومن الصوم المستحب صوم الأشهر الحرم , وهي ذو القعدة وذو الحجة
والمحرم ورجب , وأفضلها المحرم , قال الروياني في البحر : أفضلها رجب , وهذا غلط ;
لحديث أبي هريرة الذي سنذكره إن شاء الله تعالى أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله
المحرم) اه
“Teman-teman kami (para ulama madzhab Syafi’i) berkata: “Di antara puasa
yang disunnahkan adalah puasa bulan-bulan haram, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul
Hijjah, Muharram dan Rajab, dan yang paling utama adalah Muharram. Al-Ruyani
berkata dalam al-Bahr: “Yang paling utama adalah bulan Rajab”. Pendapat
al-Ruyani ini keliru, karena hadits Abu Hurairah yang akan kami sebutkan
berikut ini insya Allah (“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa
bulan Muharram.”)”.
Pernyataan serupa dapat dilihat pula dalam
Asna al-Mathalib (1/433),
Fatawa
al-Kubra al-Fiqhiyyah (2/53),
Mughni al-Muhtaj (2/187),
Nihayah
al-Muhtaj (3/211) dan lain-lain.
Silakan juga
lihat kita Al-hawi al-kabir fi fiqh madzhabil Imam Asy-Syafi`i karangan Abul
Hasan Ali bin Muhammad :
فصل : ومن ذلك شهر رجب ، روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
أنه سئل : أي الصوم أفضل
بعد شهر رمضان ؟ فقال : ” شهر الله الأصم
” وروي الأصب . قال أبو عبيد : يعني رجبا ؛ لأن الله تعالى يصب فيه الرحمة صبا ،
وسمي أصم ؛ لأن الله تعالى حرم فيه القتال ، فلا يسمع فيه سفك دم ، ولا حركة سلاح
وروى عكرمة عن ابن عباس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” صيام أول يوم من
رجب كفارة ثلاث سنين ، وصيام اليوم الثاني كفارة سنتين ، وصيام اليوم الثالث كفارة
سنة ثم كل يوم كفارة شهر ” .
Fasal :
Bulan Rajab, diriwayatkan
dari Rosululloh SAW bahwa beliau ditanya : Puasa manakah yang lebih utama
setelah puasa bulan ramadhon? Beliau menjawab : Bulan Alloh yaitu bulan
Al-ishommu. Dalam riwayat lainnya bulan Al-ishobbu. Berkata Abu `Ubaid : maksud hadits itu
adalah bulan Rajab, ( disebut Al-ishobbu ) karena pada bulan itu Alloh
menurunkan rahmat dan disebut Al-ishommu karena pada bulan itu Alloh
mengharamkan perang, oleh karena itu pada bulan itu tidak terdengar pertumpahan
darah dan pergerakan pasukan. Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rosululloh
SAW bersabda : Puasa pada hari pertama di bulan Rajab adalah sebagai
kafarat/ penghapus dosa tiga tahun, puasa pada hari kedua sebagai
kafarat/penghapus dosa dua tahun, dan puasa hari ketiga sebagai kafarat/
penghapus dosa satu tahun kemudian puasa tiap-tiap hari (sisanya) sebagai
kafarat/penghapus dosa satu bulan.
Madzhab Hanbali
Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata dalam kitab
al-Mughni (3/53):
قال
ابن قدامة في المغني 3/53 : (فصل: ويكره إفراد رجب بالصوم. قال أحمد:وإن صامه رجل,
أفطر فيه يوما أو أياما, بقدر ما لا يصومه كله … قال أحمد : من كان يصوم السنة
صامه, وإلا فلا يصومه متواليا, يفطر فيه ولا يشبهه برمضان ) اه
“Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah puasa. Ahmad
bin Hanbal berkata: “Apabila seseorang berpuasa Rajab, maka berbukalah dalam
satu hari atau beberapa hari, sekiranya tidak berpuasa penuh satu bulan.” Ahmad
bin Hanbal juga berkata: “Orang yang berpuasa satu tahun penuh, maka
berpuasalah pula di bulan Rajab. Kalau tidak berpuasa penuh, maka janganlah
berpuasa Rajab terus menerus, ia berbuka di dalamnya dan jangan menyerupakannya
dengan bulan Ramadhan.”
Ibnu Muflih berkata dalam kitab
al-Furu’ (3/118):
وفي
الفروع لابن مفلح 3/118: (فصل): يكره إفراد رجب بالصوم نقل حنبل: يكره, ورواه عن
عمر وابنه وأبي بكرة, قال أحمد: يروى فيه عن عمر أنه كان يضرب على صومه, وابن عباس
قال : يصومه إلا يوما أو أياما … وتزول الكراهة بالفطر أو بصوم شهر آخر من
السنة , قال صاحب المحرر: وإن لم يله .
“Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa. Hanbal
mengutip: “Makruh, dan meriwayatkan dari Umar, Ibnu Umar dan Abu Bakrah.” Ahmad
berkata: “Memuku seseorang karena berpuasa Rajab”. Ibnu Abbas berkata: “Sunnah
berpuasa Rajab, kecuali satu hari atau beberapa hari yang tidak berpuasa.” Kemakruhan
puasa Rajab bisa hilang dengan berbuka (satu hari atau beberapa hari), atau
dengan berpuasa pada bulan yang lain dalam tahun yang sama. Pengarang
al-Muharrar berkata: “Meskipun bulan tersebut tidak bergandengan.”
DALIL PUASA RAJAB
Dalil Mayoritas Ulama
Mayoritas ulama yang berpandangan bahwa puasa Rajab hukumnya sunnah sebulan
penuh, berdalil dengan beberapa banyak hadits dan atsar. Dalil-dalil tersebut
dapat diklasifikasi menjadi tiga:
Pertama, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan puasa sunnah secara
mutlak. Dalam konteks ini, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami berkata dalam
al-Fatawa
al-Kubra al-Fiqhiyyah (2/53) dan fatwa beliau mengutip dari fatwa al-Imam
Izzuddin bin Abdussalam (hal. 119):
قال
ابن حجر كما في الفتاوى الفقهية الكبرى 2/53: (ويوافقه إفتاء العز بن عبد السلام
فإنه سئل عما نقل عن بعض المحدثين من منع صوم رجب وتعظيم حرمته وهل يصح نذر صوم
جميعه فقال في جوابه :نذر صومه صحيح لازم يتقرب إلى الله تعالى بمثله والذي نهى عن
صومه جاهل بمأخذ أحكام الشرع وكيف يكون منهيا عنه مع أن العلماء الذين دونوا
الشريعة لم يذكر أحد منهم اندراجه فيما يكره صومه بل يكون صومه قربة إلى الله
تعالى لما جاء في الأحاديث الصحيحة من الترغيب في الصوم مثل : قوله صلى الله عليه
وسلم {يقول الله كل عمل ابن آدم له إلا الصوم} وقوله صلى الله عليه وسلم {لخلوف فم
الصائم أطيب عند الله من ريح المسك} وقوله {إن أفضل الصيام صيام أخي داود كان يصوم
يوما ويفطر يوما} وكان داود يصوم من غير تقييد بما عدا رجبا من الشهور) اهـ
“Ibnu Hajar, (dan sebelumnya Imam Izzuddin bin Abdissalam ditanya pula),
tentang riwayat dari sebagian ahli hadits yang melarang puasa Rajab dan
mengagungkan kemuliaannya, dan apakah berpuasa satu bulan penuh di bulan Rajab
sah? Beliau berkata dalam jawabannya: “Nadzar puasa Rajab hukumnya sah dan
wajib, dan dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukannya. Orang yang
melarang puasa Rajab adalah orang bodoh dengan pengambilan hukum-hukum syara’.
Bagaimana mungkin puasa Rajab dilarang, sedangkan para ulama yang membukukan
syariat, tidak seorang pun dari mereka yang menyebutkan masuknya bulan Rajab
dalam bulan yang makruh dipuasai. Bahkan berpuasa Rajab termasuk qurbah (ibadah
sunnah yang dapat mendekatkan) kepada Allah, karena apa yang datang dalam
hadits-hadits shahih yang menganjurkan berpuasa seperti sabda Nabi SAW: “Allah
berfirman, semua amal ibadah anak Adam akan kembali kepadanya kecuali puasa”,
dan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum
menurut Allah dari pada minyak kasturi”, dan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya
puasa yang paling utama adalah puasa saudaraku Dawud. Ia berpuasa sehari dan
berbuka sehari.” Nabi Dawud AS berpuasa tanpa dibatasi oleh bulan misalnya
selain bula Rajab.”
Al-Syaukani berkata dalam
Nail al-Authar (4/291):
وقال الشوكاني في نيل الأوطار 4/291:
(وقد ورد ما يدل على مشروعية صومه على العموم والخصوص : أما العموم : فالأحاديث
الواردة في الترغيب في صوم الأشهر الحرم وهو منها بالإجماع . وكذلك الأحاديث
الواردة في مشروعية مطلق الصوم … )اهـ
“Telah datang dalil yang menunjukkan pada disyariatkannya puasa Rajab,
secara umum dan khusus. Adapun hadits yang bersifat umum, adalah hadits-hadits
yang datang menganjurkan puasa pada bulan-bulan haram. Sedangkan Rajab termasuk
bulan haram berdasarkan ijma’ ulama. Demikian pula hadits-hadits yang datang
tentang disyariatkannya puasa sunnat secara mutlak.”
Kedua, hadits-hadits yang menganjurkan puasa bulan-bulan haram,
antara lain hadits Mujibah al-Bahiliyah. Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam
al-Sunan
(2/322) sebagai berikut ini:
عن مجيبة الباهلية عن أبيها أو عمها أنه:أتى
رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم انطلق فأتاه بعد سنة وقد تغيرت حالته وهيئته فقال
يا رسول الله أما تعرفني قال ومن أنت قال أنا الباهلي الذي جئتك عام الأول قال فما
غيرك وقد كنت حسن الهيئة قال ما أكلت طعاما إلا بليل منذ فارقتك فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم لم عذبت نفسك ثم قال صم شهر الصبر ويوما من كل شهر قال زدني
فإن بي قوة قال صم يومين قال زدني قال صم ثلاثة أيام قال زدني قال صم من الحرم
واترك صم من الحرم واترك صم من الحرم واترك وقال بأصابعه الثلاثة فضمها ثم أرسلها)
Dari Mujibah al-Bahiliyah, dari ayah atau pamannya, bahwa ia mendatangi
Rasulullah SAW kemudian pergi. Lalu datang lagi pada tahun berikutnya,
sedangkan kondisi fisiknya telah berubah. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah
engkau masih mengenalku?” Beliau bertanya: “Kamu siapa?” Ia menjawab: “Aku dari
suku Bahili, yang datang tahun sebelumnya.” Nabi SAW bertanya: “Kondisi fisik
mu kok berubah, dulu fisikmu bagus sekali?” Ia menjawab: “Aku tidak makan
kecuali malam hari sejak meninggalkanmu.” Lalu Rasulullah SAW bersabda:
“Mengapa kamu menyiksa diri?” Lalu berliau bersabda: “Berpuasalah di bulan
Ramadhan dan satu hari dalam setiap bulan.” Ia menjawab: “Tambahlah kepadaku,
karena aku masih mampu.” Beliau menjawab: “Berpuasalah dua hari dalam sebulan.”
Ia berkata: “Tambahlah, aku masih kuat.” Nabi SAW menjawab: “Berpuasalah tiga
hari dalam sebulan.” Ia berkata: “Tambahlah.” Nabi SAW menjawab: “Berpuasalah
di bulan haram dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah,
berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Nawawi berkata dalam al-
Majmu’
Syarh al-Muhadzdzab (6/439): “Nabi SAW menyuruh laki-laki tersebut berpuasa
sebagian dalam bulan-bulan haram tersebut dan meninggalkan puasa di sebagian
yang lain, karena berpuasa bagi laki-laki Bahili tersebut memberatkan fisiknya.
Adapuan bagi orang yang tidak memberatkan, maka berpuasa satu bulan penuh di
bulan-bulan haram adalah keutamaan.” Komentar yang sama juga dikemukakan oleh
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam
Asna al-Mathalib (1/433) dan
Ibnu Hajar al-Haitami dalam
Fatawa-nya (2/53).
Ketiga, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab secara
khusus. Hadits-hadits tersebut meskipun derajatnya dha’if, akan tetapi masih
diamalkan dalam bab fadhail al-a’mal, seperti ditegaskan oleh Ibnu Hajar
al-Haitami dalam
Fatawa-nya (2/53).
Di antara hadits yang menjelaskan keutamaan puasa Rajab secara khusus adalah
hadits Usamah bin Zaid berikut ini:
في سنن النسائي 4/201: ( عن أسامة بن زيد
قال قلت: يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر
يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان ) اهـ
“
Dalam Sunan al-Nasa’i (4/201): Dari Usamah bin Zaid, berkata: “Wahai
Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa dalam bulan-bulan yang ada seperti
engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Bulan Sya’ban itu bulan
yang dilupakan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan.”
Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Syaukani berkata dalam kitabnya
Nail
al-Authar (4/291): “Hadits Usamah di atas, jelasnya menunjukkan
disunnahkannya puasa Rajab. Karena yang tampak dari hadits tersebut, kaum
Muslimin pada masa Nabi SAW melalaikan untuk mengagungkan bulan Sya’ban dengan
berpuasa, sebagaimana mereka mengagungkan Ramadhan dan Rajab dengan berpuasa.”
Keempat, atsar dari ulama salaf yang saleh. Terdapat beberapa riwayat
yang menyatakan bahwa beberapa ulama salaf yang saleh menunaikan ibadah puasa
Rajab, seperti Hasan al-Bashri, Abdullah bin Umar dan lain-lain. Hal ini bisa
dilihat dalam kitab-kitab hadits seperti Mushannaf Ibn Abi Syaibah dan
lain-lain.
Dalil Madzhab Hanbali
Sebagaimana dimaklumi, madzhab Hanbali berpendapat bahwa mengkhususkan puasa
Rajab secara penuh dengan ibadah puasa adalah makruh. Akan tetapi kemakruhan
puasa Rajab ini bisa hilang dengan dua cara, pertama, meninggalkan sehari atau
lebih dalam bulan Rajab tanpa puasa. Dan kedua, berpuasa di bulan-bulan di luar
Rajab, walaupun bulan tersebut tidak berdampingan dengan bulan Rajab.
Para ulama yang bermadzhab Hanbali, memakruhkan berpuasa Rajab secara penuh
dan secara khusus, didasarkan pada beberapa hadits, antara lain:
Hadits dari Zaid bin Aslam, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
puasa Rajab, lalu beliau menjawab: “Di mana kalian dari bulan Sya’ban?” (HR.
Ibnu Abi Syaibah [2/513] dan Abdurrazzaq [4/292]. Tetapi hadits ini mursal,
alias dha’if).
Hadits Usamah bin Zaid. Ia selalu berpuasa di bulan-bulan haram. Lalu
Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Berpuasalah di bulan Syawal.” Lalu Usamah
meninggalkan puasa di bulan-bulan haram, dan hanya berpuasa di bulan Syawal
sampai meninggal dunia.” (HR. Ibn Majah [1/555], tetapi hadits ini dha’if.
Hadits ini juga dinilai dha’if oleh Syaikh al-Albani.).
Hadits dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW melarang puasa Rajab. (HR. Ibn Majah
[1/554], tetapi hadits ini dinilai dha’if oleh Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah dalam
al-Fatawa
al-Kubra [2/479], dan lain-lain).
Madzhab Hanbali juga berdalil dengan beberapa atsar dari sebagian sahabat,
seperti atsar bahwa Umar pernah memukul orang karena berpuasa Rajab, atsar dari
Anas bin Malik dan lain-lain. Tetapi atsar ini masih ditentang dengan
atsar-atsar lain dari para sahabat yang justru melakukan puasa Rajab. Disamping
itu, dalil-dalil para ulama yang menganjurkan puasa Rajab jauh lebih kuat dan
lebih shahih sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
B. Kesimpulan
Dari penjelasan dari ulama empat madhab sangat jelas bahwa puasa bulan Rojab
adalah sunnah hanya menurut madhab imam Ahmad saja yang makruh. Dan
ternyata kemakruhan puasa Rajab menurut madhab Imam Hanbali itu pun jika
dilakukan sebulan penuh adapun kalau dibolongi satu hari saja maka
kemakruhannya sudah hilang atau bisa disambung dengan sehari saja sebelum atau
sesudah Rajab. Dan mereka tidak mengatakan Bid'ah sebagaimana yang marak
akhir-akhir ini disuarakan oleh kelompok orang dengan menyebar selebaran,
siaran radio atau internet .
والله أعلم بالصواب