AQIQH
Tidak ada aqiqah setelah baligh.
Aqiqah disyariatkan hanya untuk bayi, bukan untuk yang sudah baligh atau
dewasa. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda;
مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ
فَلْيَفْعَلْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Barangsiapa diantara kalian ada yang suka berkurban
(mengaqiqahi) untuk anaknya, maka silakan melakukan. Untuk satu putra dua
kambing dan satu putri satu kambing” (H.R.Ahmad)
Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menganjurkan Aqiqah dalam Hadis di atas, beliau menyebut Aqiqah
itu adalah untuk walad (anak) dengan ketentuan anak lelaki (ghulam) du kambing
sementara anak wanita (Jariyah) adalah satu kambing. Penyebutan istilah Ghulam,
dan Jariyah adalah istilah untuk menyebut anak yang belum baligh.
Aqiqoh disyariatkan pada hari ke
tujuh. Abu Dawud meriwayatkan;
سنن أبى داود (8/ 17)
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ
عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
“Dari Samurah bin Jundub bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
Setiap anak digadaikan dengan Aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari
ketujuh, dicukur dan diberi nama (H.R.Abu Dawud)
At-Tabrani dan Dhiya’ juga meriwayatkan secara marfu’ dari Burairah,
الْعَقِيقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ أَوْ لأَرْبَعَ عَشْرَةَ أَوْ
لإحدى وعشرين
“Kambing akikah disembelih pada saat anak berusia tujuh hari, empat
belas hari atau dua puluh satu hari,” (HR At-Tabrani. Sahih oleh Al-Albani
dalam Sahihul Jamius Shaghir: 4132).
Beberapa nash menerangkan tentang masalah ini. Di
antaranya perkataan ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha tentang aqiqah ini,
يُجْعَلُ جَدُوْلًا ،
يُؤْكَلُ وَيُطْعَمُ
“Dijadikan jadul, dimakan dan diberikan untuk dimakan yang lain.”
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 5/532)
Terdapat keterangan dalam Fatawa al-Lajnah
al-Daimah (11/443) tentang masalah aqiqah ini,
لمن إليه العقيقة أن
يوزعها لحماً نيئاً أو مطبوخاً على الفقراء والجيران والأقارب والأصدقاء ، ويأكل
هو وأهله منها ، وله أن يدعو الناس الفقراء والأغنياء ويُطعمهم إياها في بيته
ونحوه ، والأمر في ذلك واسع
“Bagi orang yang melaksanakan aqiqah hendaknya ia
membagikannya dalam bentuk daging mentah atau sudah dimasak kepada
para fuqara’, tetangga, kerabat dekat dan teman-temannya. Dan hendaknya ia dan
keluarganya ikut memakan darinya. Ia juga boleh mengundang orang
miskin dan orang kaya untuk menyantap hidangan aqiqah di rumahnya atau
semisalnya. Masalah ini sangat lapang.” Wallahu Ta’ala A’lam.
H. Afif Muhadi Ahmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar